Wednesday, March 20, 2013

Peluh Ibu

Sore itu saat pulang sekolah, aku melihat seorang ibu yang sedang membonceng anak kecil dengan sepeda butut. Entah mau ke mana mereka. Yang jelas, aku terharu melihat pemandangan itu.
Image was taken from hizbut-tahrir.or.id
Aku jadi teringat masa kanak-kanakku. Dulu kalau tidak salah ibu pernah sekali mengajakku pergi ke pasar. Ya, cuma sekali dan itu pun naik sepeda! Aku tidak pernah mengukur seberapa jauh jarak antara rumah dengan pasar, yang pasti kau akan berpeluh jika harus menggenjot sepeda ke pasar di siang hari. Tidak pernah sebelumnya ibu mengajakku ke pasar. Aku ingat sekali, waktu itu ibu berbohong pada kakak-kakakku. Ibu bilang mau mengajakku pergi ke sawah. Aku pun menurut saja. Tapi, sesampainya di sana, aku melihat banyak kios berjejeran menjajakan berbagai macam barang. Di sebelah timur aku membaca tulisan yang menyolok karena hurufnya besar-besar "PASAR TUMENGGUNGAN". Takut aku akan hilang atau tersesat, ibu menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke dalam. Sepintas kulihat wajah ibu penuh peluh. Setelah berjalan cukup lama, ibu  berhenti. Melihat-lihat. Kemudian berjalan lagi menuju pemilik sebuah kios. Setelah sempat tawar-menawar, ibu akhirnya membawa sebuah bungkusan.
"Apa itu, Bu?" tanyaku penasaran. 
"Sepatu," jawab ibu singkat.
"Untuk siapa?"
"Kamu."
Aku terdiam. Meski senang, jujur aku juga bingung. Dalam rangka apa ibu membelikanku sepatu? tanyaku saat itu. Tapi, sekarang aku tahu ibu membelikanku sepatu karena ibu sayang padaku. Peluh ibu saat membocengku adalah wujud nyata ibu menyayangiku. Seorang ibu tidak memerlukan alasan untuk mencintai buah hatinya. Cinta ya... karena cinta. Bila cinta karena harta, maka itu bukanlah cinta. Bila cinta karena paras, itu juga bukan cinta. Maka sesungguhnya cinta yang hakiki adalah cinta Allah kepada umatNya dan cinta orang tua terhadap anaknya.

No comments:

Post a Comment